Saya punya teman, selalu satu kelas
sejak 1 MTs sampai 3 MA. Kecuali ketika kelas 3 MTs dan 1 MA kala itu. Namanya Gendoh. Ia bertubuh besar, badannya
kekar, kalau kelahi selalu menye-menye dulu. Padahal yang dilawan lebih besar
dan tentu kalah jika ia meladeninya.
“Lillahita’ala kamu berani lawan saya?” tanyanya kepada musuh.
“Aku serius! Ante bani lawan aku
ne?” – ( Saya serius, kamu berani lawan saya nih? )
Dan tatkala lawannya sudah
menyisipkan lengan baju, ia pun berujar, “Hehe, aku bejoraq, hep!” –
saya cuma main-main. Begitulah Gendoh.
Jika ngomong, bahasanya
campur-campur, bahasa Indonesia setengah, bahasa Sasak setengah, bahasa
Zimbabwe setengah. Dan itu membuat kami – para santri tertawa terbahak-bahak
kalau ia sudah mulai ngomong. Misalkan, di dalam kelas, ustadz sedang
menjelaskan lalu melempar pertanyaan padanya.
“He kamu! Yang main-main di
belakang! Kamu ngerti tidak dengan penjelasan bapak?”
Gendoh nyengir, mulutnya nguap –
kebiasaan ia ketika kebingungan. Setelah itu ia bilang “QWRTJKSHSKIEHEBDBKSSOYEYBBCNVMID.”
Kalian ngerti apa yang Gendoh bilang? Iya, dia sedang menggunakan bahasa
campuran Indo – Sasak – dan Zimbabwe.
***
Di pondok, berita menyebar dengan
cepat. Satu saja gosip yang sedang dibicarakan, semua santri/wati yang jumlahnya
ribuan itu bisa tahu hanya dalam hitungan detik. Lebih cepat dari tikungan
teman pada pacar yang sedang ngambek. Lebih cepat dari mantan yang putus dari
pacarnya lalu ngajak balikan. Apalagi kasus yang cukup membahayakan bagi kami –
misalkan ‘Nanti malam akan ada razia handphone.’ Atau ‘Nanti malam
akan ada razia rambut.’ Berita seperti itu akan cepat sekali menyebar. Saya
pernah mengalaminya beberapa kali selama mondok.
Waktu itu, ada berita kalau akan ada
razia handphone ntar malam, kami pun bergegas dan cepat-cepat menyembunyikan
milik masing-masing. Sial seribu sial, malam itu tidak ada razia apapun dan
kami akhirnya harus kehilangan barang berharga kami sebab razia ternyata terjadi
di malam berikutnya. Ketika handphone kami terkujur kaku di dalam
lemari, ketika ia diam ‘silent’ tanpa bicara lalu tiba-tiba diambil,
ketika ia lemas tak berdaya lalu dirampas sesuka hati.
Suatu ketika, di pagi hari, setelah
pengajian yang langsung dipimpin oleh pimpinan pondok pesantren, Gendoh datang mengabarkan
berita. “Ntar, pas masuk kelas, akan ada razia.” Sontak kami kaget dan
ketakutan. Pikiran kami berpencar. Ada yang sudah berniat untuk menyembunyikan
mantan, menguburkan mantan, bahkan ada juga yang sudah siap untuk diqhisos
karena terlalu sering mengambil barang mantan padahal udah putus lama. Kami
bertanya, “Razia apa, Doh?” Gendoh tidak mau menjawab. Ia cuma nyengir
sambil memamerkan bibirnya yang berdiameter 4 x 3 cm itu.
“Loh! Seriusan! Kita teman, kan?” bujuk kami.
“Sejak kapan?” Gendoh semakin
sombong. Kami tahu, ini pertama kali dalam sejarah kalau kami memelas meminta
bantuan padanya. Pada sebelum-sebelumnya, ia selalu mencium kaki kami, lalu
setelah itu kami membasuhnya dengan 6 kali basuhan air dan satu kali campuran
air dan pasir.
“Ayolah, kamu kan teman kami….” Saya
coba mendekatinya. Catatan, ini pertama kali saya mendekatinya, biasanya dia
terlebih dahulu mendekati saya. Apalagi ketika UAS, ia sering menanyakan mana
yang akan ia pilih, a b c atau d, padahal yang ditanyakan sola essai.
“Ini, Tar. Saya bingung mau pilih yang mana. Kenapa manusia berasal dari
kera? Jelaskan proses awal sampai wujudnya seperti sekarang. Saya pilih
a, b, c, atau d, ya?” lalu saya membalas, “Yaudah, pilih sesuai nuranimu
saja! Hati nurani ngga pernah bohong” Kemudian ia pergi sambil berterima
kasih, tapi sebelumnya ia akan selalu bilang, “Sebagai balasan, mau nggak kalau
kamu aku ciiiiiii…..” Saya selalu memotong, “Nggak!”
***
Jam kelas pun akhirnya dimulai.
Didahului dengan baris-berbaris. Tapi tak ada satupun tanda akan adanya razia.
Padahal kami sudah menyembunyikan semua barang yang kemungkinan besar akan
disita jika ketahuan. Gendoh tak ada, entah ia ada di mana. Hape, charger,
celana jeans, foto mantan dengan pacar barunya, dan juga seperangkat
mukenah gagal yang mulanya akan saya hadiahkan buat mantan, sudah saya amankan
semua.
Dari kejauhan, Gendoh datang. Kami
menatapnya serempak. Ia semakin dekat, dan tiba-tiba, ustadz yang saat itu
sedang memimpin doa setelah menyampaikan pengumuman penting pun berujar, “Hey,
kamu! Udah telat, jalannya pelan lagi! Cepat, pisahkan diri dari teman-temannya
yang sudah rapi dan datang dari tadi. Lihat tuh, rapi, gagah, ganteng lagi!”
Saat itu kami sadar, yang dimaksud
Gendoh razia itu bukan razia barang. Tapi razia orang. Iya, RAZIA ORANG
JELEK. Dan dia adalah satu-satunya orang yang kena tilang pagi itu.
Dohhhhh…. Gendoh…..
--- End ---
Bagikan
Razia
4/
5
Oleh
Muhammad Getar