Berdoa mulaiii... |
Saya benar-benar merasa buntu. Tidak tahu mau berbuat apa, mau ngapain, blasss tidak jelas semuanya. Padahal saya yang sekarang tidak berbeda dengan saya beberapa tahun silam. Tidak ada perubahan. Wajah tampan masih di atas rata-rata, kharisma jangan ditanya, masih ganteng lah pokoknya, bahkan masih suka begadang - meski lebih sering dimarahi istri sih. Hampa dah. Tidak jelas semuanya. Eh ada satu yang beda, dulu saya sayang Jokowi, sekarang sayang anak istri.
Baru kemudian saya tersadarkan. Ada yang kurang pada diri ini. Yap, saya tidak pernah membaca buku lagi. Buku apapun itu. Tidak pernah berlama-lama, keasikan dengan apa yang saya baca. Menyelam seolah berada dalam sebuah cerita. Kemudian mengantuk, melipat halaman yang dibaca terakhir kali, tidur, dan berharap esok bisa menyelesaikan bacaan. Tidak pernah. Hal itu tidak pernah saya lakukan lagi. Bahkan untuk sekadar membuka satu halaman pun. Satu persatu lembaran buku-buku yang nangkring di gerobak pun sudah sedikit kecoklatan. Lembarannya sudah tidak sehalus dulu. Saya tahu soalnya kemarin sempat nyari kartu ATM yang terblokir, eh bukunya kebuka. Saya teriak, “Buset Ini iler siapa? Kok coklat?” - ternyata itu efek dari buku yang jarang dibuka.
Oh ya. Inilah problemnya. Gadget jadi permasalahannya. Gara-gara benda kecil hasil penemuan bangsa Yahudi ini saya jadi tidak konsen setiap kali berusaha untuk membaca buku - meski hanya satu alenia. Instagram, facebook, twitter, sesekali youtube. Begitu terus algoritmanya. Walau sudah sempat uninstall aplikasinya, demi kenyamanan hidup - toh pada akhirnya install lagi karena kebutuhan mendadak. Kebutuhan yang tidak mungkin tidak saya lakukan. Kalimat sebelum ini cuma alasan biar bisa install lagi.
Saya rindu dengan kegiatan saya yang lama. Ketika masih kuliah. Selalu mencari tahu, buku apa yang layak dibaca tahun ini? Buku apa yang bakal bertengger di rak best seller bulan ini? Saya rindu ketika cuma punya uang Rp. 2000,00 hanya untuk bayar masuk Gramedia dan keliling lihat buku-buku bagus doang. Maafkan Mbak Gramed yang waktu itu mbuntuti saya, ngira saya bakalan nanya “Ada buku ini ngga mbak?” - eh tahunya malah ngikutin saya jongkok baca sampel buku yang sudah kebuka. Rindu pula ketika ada kuis dengan reward utamanya sepaket buku. Dan tentu, yang paling mengasyikkan bazar buku!!! Rela makan tanpa lauk yang penting bisa beli buku lima sampai enam sekaligus.
Yap itu letak kesalahannya. Gadget kurang ajar.
Untuk menulis catatan yang amburadul ini pun sangat sulit. Susahnya minta ampun. Saya sampai bergumam, layak tidak tulisan ini dipublish di blog?
Kata orang, semakin sering membaca, maka kualitas tulisan akan semakin baik. Saya? Untuk dibilang cukup baik saja masih belum bisa. Jelek amat! Huh! Sulit teman-teman! Padahal saya sempat merenovasi blog ini kemarin. Merapikan konten, menghapus label tidak penting dan beberapa postingan yang tidak relevan, bahkan tahun lalu saya membeli domain agar tampak profesional, toh pada akhirnya tidak mempan untuk menarik atensi saya untuk kembali rajin menulis. Mungkin karena harga domainnya terlalu murah kali ya??? Kalau saya simpulkan, letak permasalahnya itu seperti ini, tidak rajin membaca →= tulisannya jelek (dibaca : tidak rajin membaca maka tulisannya akan jelek). Tulisan yang jelek akan menghasilkan tingkat ketidakpedean dan rasa tidak percaya diri naik!
So, teman-teman. Adakah saran dari kalian untuk saya? Untuk seorang bapak-bapak 26 tahun yang memiliki satu anak satu istri ini? Kalau ada tinggalkan di kolom komentar ya. Bagaimana cara meningkatkan kembali minat baca dan menulis? Jawabannya yang serius. Jangan dijawab, “Gadgetnya dilempar aja kak biar rusak, habis itu pasti bakalan rajin membaca lagi.” Itu salah teman-teman. Soalnya ini satu-satunya gadget yang saya punya. Kalau rusak nanti theatering lewat siapa? Ya masak lewat wifi sekolah. Tidak kan? Saya tidak mau berkonflik dengan penjaga sekolah.