Rabu, 04 November 2015

Kampus Fiksi Part 4

Pagi di hari Senin.

Satu persatu berpamitan. Meninggalkan kami yang akan berpamitan juga. Saya masih duduk di dalam kamar. Jadwal keberangkatan masih lama. Paling lama di antara teman-teman yang lain. Awalnya satu, kemudian yang lainnya. Masih tersisa beberapa orang. Sepi. Hingga menyisakan Saya, Mei, Enca, dan Ofi. Ah, kok mereka sih. baru tiba di Jogja, orang pertama yang kukenal itu mereka. Sekarang, mereka lagi. PISS!!!

Jadwal keberangkatan jam 15.00 . Sedang mereka bertiga satu jam sebelumnya. Mereka minta saya pulang bareng mereka aja. Saya menyanggupinya.
Beberapa menit mengejapkan mata, pas lihat jam, udah jam 13.00 aja. Lah, kok piye sih? *gimana? Bagus kan bahasa Jawa saya*

Singkat, kami diantar Mas Kiki dan Mas Reza. Buat yang belum tahu, Mas Reza ini alumnus Kampus Fiksi 1, yang juga datang ke Jogja setiap diadakannya Kampus Fiksi. Loyalitas sekali bukan?


Mas Reza dan siapa mungkin saya tidak tahu

Tujuan pertama ke Stasiun Lempuyangan. Mengantar mereka yang tiga. Setelah itu saya ke Bandara Adi Sucipto. Nyampai di Lempuyangan, pamitan, dadahan, dan sedih-sedihan. Setelah itu Mas Kiki dan Mas Reza nganter saya. Singkat, kami tiba dengan barang bawaan yang cukup berat dan besar. Saya kewalahan.


Selamat Tinggal, Jogja :(

Sebelum check in, ada pegumuman. Pesawat tujuan Jogja – Makasar delay. Dan itu adalah pesawat yang akan terbang terlebih dulu sebelum pesawat Jogja – Lombok. Lah, saya kudu berdoa’ nih. Supaya pesawat yang saya tumpangi ngga delay. Alhamdulillah, lancar aja. Ngga delay pun.
Masuk pesawat pukul lima sore lebih beberapa menit, saya berada di tengah-tengah sekumpulan rombongan. Terlihat dari cara mereka yang akrab dan saling bersahutan.

“Hai Pak, asli Jogja?” sapa saya.

“Iya. Mas kuliah di Jogja?”

“Hehe, ngga. Saya ada pelatihan di Baturetno.”

“Pelatihan apa?”

“Pelatihan menulis, Pak.”

“Mau  jadi wartawan?”

Suara pramugari terdengar. Tolong, matikan handphone anda agar tidak mengganggu proses penerbangan. Saya lihat, bapak-bapak yang duduk dekat saya. Dia masih memainkan hape-nya. Kemudian memasukkan hape ke tasnya. WHAT THE DUCK? Hapenya masih hidup. Saya lihat juga ibu-ibu yang duduk di sampingnya. Dia malah asyik lihat-lihat foto. Sementara, pesawat akan terbang.
Di atas pesawat yang sudah terbang, saya cukup bosan. Saya mengambil buku yang mulanya saya mau baca di ruang tunggu tadi, Hanif.

Bapak yang duduk di sebelah saya meminjamnya sebelum saya membukanya. Ia tampak melihat-lihat.

“Ini bukunya Mas?”

“Bukan, itu buku orang tapi punya saya.”

“Lah, piye..”

Dia kembali membuka buku tersebut. Ia melihat-lihat lama alamat redaksi penerbit yang tertulis di halaman awal.

“Wah, kemarin saya ke Sampangan, Mas.”

Saya menjawabnya senyum.

“Saya suka bukunya, Mas.” Katanya setelah halaman terakhir kata pengantar.

“Iya Pak. Itu buku unsur religinya ada.”

“Iya.” Jawabnya. Ia kembali melihat daftar isi.

Pesawat akan mendarat, ibu-ibu yang duduk satu sejajar dengan saya membuka hapenya lagi. Saking kesalnya saya, saya tanya. Demi menjaga omongan yang baik dan menimbulkan persepsi yang ngga baik.

“Bapak pernah ke Lombok sebelumnya?” *Ini untuk memastikan mereka paham atau tidak pakai hape di atas pesawat itu ngga boleh*

“Pernah. Ini yang kedua kalinya.”

“Ini rombongan apa ya, Pak?”

“Ini rombongan yanmeg akan melaksanakan  tugas negara.”

Lah, tugas negara sih tugas negara. Tapi, kalau pesawat terpental itu juga bisa jadi masalah negara loh, Pak.

Singkat, kami akan sampai beberapa menit lagi.

“Sudah selesai...” Katanya.

“Selesai apa?”

“Selesai baca bukuya.” Ia ketawa.

Padahal, dari tadi setahu saya, ia hanya membaca daftar isi dan kata pengantar. Dan membolak-balikan buku.

“Bapak rombongan DPR, ya?” tanya saya heran.

“Bukan.” Ia mendekatkan mulutnya ke telinga saya. “Kami rombongan... Kong Kalikong.” Dan itu membuat semua rombongan tertawa lepas. Saya sendiri ngga  ngerti maksudnya apa.

“Mas, semoga jadi penulis. Nanti, kasih tahu saya kalau sudah punya buku.”

Dengan wajah malu, saya menjawabnya, “Inshaallah, Pak.” Tapi, lain kali, itu hape jangan dihidupin lagi ya. Terutama Ibu-ibu tadi.

Take off di Bandara Internasional Lombok, dan sudah ditunggu oleh Bapak dan Paman yang menjemput. Semua selesai .

Ada perjumpaan. Ada perpisahan yang sudah menjadi bagian darinya. Mengenal kalian adalah salah satu hal yang sangat berharga. Kelak, semoga saya bisa kembali ke sana. Bertemu dengan teman-teman baru. Keluarga baru. Gebetan baru”


Mendarat dengan elegan di Lombok

Terima kasih Pak Edi, Panitia, semua saudara baru. Kita luar biasa. Semoga dipertemukan kelak. Dan, jika salah satu dari kalian ke Lombok, jangan lupa hubungi saya. Terima kasih ilmu gratisnya, penginapan gratis, makanan gratis, cemilan gratis, dan saudara-saudara gratis. Oh ya, bukunya juga, GRATTTIS. J THANK YOU! SAMPAI JUMPA! 



Bagikan

Jangan lewatkan

Kampus Fiksi Part 4
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

4 komentar

Tulis komentar
avatar
4 November 2015 pukul 12.45

wah cerita nya lengkap sekali, nyampe 4 part loh.. aku mah apa belum ngetik sehuruf pun :( (Ibnu)

Reply
avatar
4 November 2015 pukul 13.14

Sama, Ibnu. Maunya bikin outline novel dulu. Tapi liat kalian udah pada blogging gini jadi pingin julis juga dah

Reply
avatar
4 November 2015 pukul 13.51

Ih, keren, ih.
Emak2 nanti nulisnya kalo tugas negara kelar semua. Emang bapak itu doang yg boleh bilang melaksanakan tugas negara? :P
Merdeka!!

Reply
avatar
4 November 2015 pukul 14.32

Naahh asyik kan. :D
Sayangnya aku gak jadi ikut datang. Ah.. kecewanya aku. Padahal mau nyempetin ke jogja. :(

Cuma beberapa hari berasa menyenangkan. Bayangkan kalau sampai 5 malam? :D aku beruntung ngerasain 5 malam tahun 2013. Bersama mereka...

Reply