Selasa, 23 Februari 2016

Ngomongin Ujian Nasional


Sponsor, cibi-cibi santri

Saya agak merinding kalau bahas Ujian Nasional. Sebab, selama dua kali ikut ujian nasional, saya sering keingat dengan peristiwa-peristiwa yang kurang mengenakkan. Contoh saja, tahun 2010, saat saya mengikuti ujian nasional tingkat SMP dan sederajat, pemerintah dengan keputusannya yang krusial itu membuat peraturan baru : Bagi siswa yang tidak lulus ujian, boleh mengulang. Eh, ini mengenakkan apa ngga sih?

Kemudian, masa-masa ujian nasional untuk tingkat SMA dan sederajat, kami hampir dibuat pingsan. Pemerintah waktu itu menunda pelaksanaan ujian nasional. Sebab keterlambatan pendistribusian dokumen ujian nasional di beberapa provinsi termasuk Nusa Tenggara Barat. Waktu itu tahun 2013. Iya, banyak di antara teman-teman saya yang hampir pingsan. Ada juga yang pura-pura pingsan. Dan ini sempat menjadi viral di seluruh Indonesia. Bahkan, di tahun 2013 itu, pemerintah menggunakan kebijakan 20 paket soal untuk pertama kali. Dan oleh sebab ini pula, saya jadi mengenal Muhammad Nuh. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Andai saja UN 2013 tidak amburadul kayak dulu, mungkin sampai saya menulis catatan ini, saya tidak akan pernah mengenal nama mantan Menteri Pendidikan itu. Ah, mantan.


Mantan dengan ekspresi lihat mantan
www.google.com

Adalah sebuah kekesalan, ketika ujian nasional yang tiga – empat hari itu menjadi barometer kita untuk lulus atau tidak. Ijazah satu lembar itu hanya ditentukan dengan membuat lingkaran imut yang tak boleh kelewat garis. Absurd dan sampai sekarang masih menuai banyak pro dan kontra tentang penyelenggaraan UN ini.

Juga dengan di beberapa tempat di Indonesia yang masih banyak infrastrukturnya yang belum merata. Bisa ngga kita membandingkan sekolah kota yang mulai dari infrastruktur sampai dengan guru-gurunya komplit, serta Buk Kantin yang sudah memiliki jam terbang tinggi? dengan sekolah di kampung yang satu guru kadang pegang tiga mata pelajaran, udah gitu, sampai merangkap menjadi buk kantin sekaligus.
Oke, berikut beberapa tips agar lulus ujian nasional. Versi saya sendiri yang sudah lama duduk di bangku pesantren :

Isi Kolom Nama Jangan Melewati Batas

Ini sangat penting. Buat yang namanya pendek tentu sangat mudah. Contoh, Febri Wulandari yang hanya 14 karakter. Sebab saya cukup khawatir dengan nama saya sendiri waktu itu. Rasa was-was sehingga beberapa kali saya menanyakan perihal ini kepada pengawas.

“Lalu Muhammad Getar Persada Nusantara Roby Ulhaq”

Nama lengkap saya memiliki 42 karakter. Dan itu membuat saya cukup dibuat rumit ketika mengisi nama. Jadi, usahakan ketika kamu baru lahir, bilang sama bapak atau ibu buat diberi nama ngga usah panjang-panjang, ngga pakai terlalu pendek juga. Dan jangan lupa, isi kolomnya. Karena percuma punya nama tapi lupa isi kolom.

Rajin Belajar

Iya, sebuah hasil pasti berasal dari sebuah proses yang sangat panjang. Lihat saja Pak Joko Widodo. Presiden kita saat ini. Beliau, sebelum jadi presiden adalah seorang pedagang kayu. Bahkan, beberapa kali kena tipu oleh para pembelinya. Dan lihatlah beliau sekarang.

Jangan lupa belajar. Percuma ngisi nama lengkap, pakai pensil 2B sebagus apapun itu. Tapi pas ngisi kolom jawaban malah pingsan.

Belajar ya! Belajar itu proses. Nilai itu hasil. Kalaupun jelek, jangan sampai protes.

Keluar

Setelah mengisi nama, serta mengisi data-data yang lain, mengisi kolom jawaban, ada juga poin yang sangat sentral. KELUAR!

Jangan sampai diam di dalam kelas. Kalau sudah waktunya keluar dari kelas, ya keluar. Setelah keluar, jangan lupa mandi. Ya, siapa tahu keringetan habis ujian. Ngga usah mikir-mikir yang macam-macam deh. Emang, cuma itu aja yang keluar, lalu wajib buat mandi? Ngga kan?  

Berdoa

Di pondok dulu, setiap musim ujian nasional. Kami, yang akan ujian nasional harus pergi ke pondok pesantren di Lombok Timur sana. Yak, untuk pengijazahan doa ujian. Pakai truck sapi yang baunya masih belum hilang.

Intinya, nanti di sana, Tuan Guru Bajang yang sekarang sudah menjadi Gubernur NTB itu mengijazahkan doa ujian. Isi dari doa itu ya niat sholat hajat yang dikerjakan secara rutin di sela waktu Maghrib dan Isya’, ada juga amalan-amalan lainnya.


Ikhtiar

Ini tahap terakhir dari belajar plus berdoa. Setelah itu, berikhtiarlah. Ingat, ikhtiar dilakukan setelah kita belajar dengan sunguh-sungguh dan juga berdoa’ dengan khusuk. Jangan sampai dibalik. Atau jangan mengambil hanya satu bagian. Contoh, doa mulu tapi ngga pernah belajar, belajar mulu ngga pernah doa. Bedakan ya!

Setelah itu, berserahdirilah. Tunggu hasilnya.

Oke, dari beberapa poin di atas, mungkin ada yang bisa menambahkan? Kalau ada, tambahi gih. Kalau ngga, ya mau bagaimana lagi. 

 Selamat Ujian Nasional 2016! 











Bagikan

Jangan lewatkan

Ngomongin Ujian Nasional
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.

4 komentar

Tulis komentar
avatar
23 Februari 2016 pukul 04.33

Hm.... pea juga ya rupanya dirimu ini. Haha.
Eh kalo di sekolahku, gak boleh keuar sebelum bel. Supaya ga ganggu temen lain kareba berisik/pengeb cepet pulang juga. :D

Reply
avatar
23 Februari 2016 pukul 09.11

Lalu Muhammad Getar Persada Nusantara Roby Ulhaq...
Awalnya saya ngangak pas pertama kali jadi santri... masih ingat masa opspop kita dipondok dulu?
Saat getar ngenalin nama terus getar bilang Lalu Muhammad Getar PN,,saya bertaya dalam hati PN itu apa? Nama atau Gelar?? bingung 360 derajat... ternyata baru tau saya pas kita samaan asrama kalo PN itu singkata dari Persada Nusantara,,,hahahaha

Reply
avatar
23 Februari 2016 pukul 09.48

Hihi namaku juga panjang banget pas UNAS, jadi di singkat singkat.
Iya kalau di aku di kasih tau mending keluar nya nanti aja, biar barengan, Karena kalau ada yang keluar duluan, biasanya konsentrasi nya pecah
"lho dia kok udah selesai, aku masih banyak waduh waduh" gitu kali ya rasanya *ini sebenernya sambil curhat* haha

Reply
avatar
23 Februari 2016 pukul 12.13

Wkwkkwkwkw njir.
Eh iya juga ya. 42 karakter. Buseet dah. Saya kalau punya anak nanti pendek aja dah

Reply