Selasa, 23 Februari 2016

Hal-Hal yang Orang Lain Jarang Bisa Ngelakuinnya, Tapi Anak Pesantren Bisa

Tuhan menyamaratakan hamba-Nya. Setiap hamba-Nya pasti memliki kelebihan dan kekurangan. Walaupun, sisi kelebihan yang dimiliki berbeda, tapi, percayalah, setiap diri kita ini memiliki sisi kelebihan yang berlimpah jika kita mampu mengeksplorasikannya.

Pernah lihat anak pesantren yang kalau pulang sakit, tetiba sampai rumah sehat? Kalau belum pernah, saya kasih contoh :

Setiap kali saya sakit dan minta dijemput Bapak, ketika tiba di rumah, tetiba sakitnya hilang. Tentu, ini berlaku untuk sakit biasa macam mencret berdahak, atau lainnya. Tak berlaku untuk sakit keras macam hepatitis dan sejenisnya. Kenapa hepatitis? Sebab, menjelang UN waktu saya masih MTs, seorang dokter pernah menyatakan saya kena penyakit hepatitis. Walau saya tak tahu itu masuk hepatitis A, B, atau C. Jangan D lah ya, takutnya ngulang di semester berikutnya. #IYKWIM

Berikut hal-hal aneh menurut saya, yang jarang bisa dilakukan orang lain. Kalaupun ada, mungkin tak banyak. Oke, berikut poin-poinnya :

Duduk Membungkuk Tidur dalam Waktu Lama



Biasanya, ini pas santri pada kegiatan baca kitab. Kondisi duduk dengan badan membungkuk bisa dilakukan sejak kegiatan dimulai sampai selesai. Ini bungkuknya sambil tidur loh ya. Dan jarang sekali orang lain yang bisa melakukannya.

Mencuci Pakian 1 * 24 Jam



Cuci pakaian? Pagi, siang, sore, petang, atau malam? mari! Kalau bisa dini hari sekalipun. Asal ada air, detergen, dan juga sikat cuci. Karena kalau mesi cuci ngga diperbolehkan.
Ini jarang ngga sih yang bisa? Atau malah udah biasa.

Tidur Everywhere


Tidur Varokah via seputarsulawesi.com

Yang namanya ngantuk ya harus tidur. Ngantuk di Masjid, tidur di Masjid. Ngantuk di tempat rental PS (Ini buat Santri yang sering ngerental), ya tidur di sana. Di kelas, ngga peduli dilihat lawan jenis (santriwati), ya tidur. Aku ngantuk, maka Aku harus tidur.  Tapi, selama ini, belum ada yang tidur di pangkuan Ustadz.

Kehilangan Adalah Hal Biasa yang Tak Perlu Dipikirin



Kalian pernah kehilangan barang berharga? Ya, pasti pernah. Pacar contohnya. Eh, pacar itu barang ngga sih? Hmm, abaikan.

Kehilangan sendal tiga kali dalam kurun waktu satu bulan udah biasa. Kehilangan pasta gigi yang baru dipakai satu kali udah biasa. Tapi, yang jarang, kehilangan kitab sih. Aneh kan?
Intinya, jarang di luar santri yang bisa merelakan hal yang baru saja dimilikinya lenyap begitu saja. Bukan begitu? Cara menerima nasib berbeda.

Terakhir, biarin kosong lah ya. Ini khusus buat kalian. Menurut kalian, hal apa saja yang bisa dilakukan anak pesantren, tapi jarang orang di luar pesantren yang bisa melakukan hal tersebut. Silakan, diisi di komentar. Kalau belum pernah liat, bisa dikarang-karang lah ya. Toh, orangtua kita masing-masing sedari awal membuat kita ngarang kok. Ngga mungkin udah terbayang wajah dulu daripada melakukan sunnah Rasul tersebut.

 Silakan...
  




Baca selengkapnya

Ngomongin Ujian Nasional


Sponsor, cibi-cibi santri

Saya agak merinding kalau bahas Ujian Nasional. Sebab, selama dua kali ikut ujian nasional, saya sering keingat dengan peristiwa-peristiwa yang kurang mengenakkan. Contoh saja, tahun 2010, saat saya mengikuti ujian nasional tingkat SMP dan sederajat, pemerintah dengan keputusannya yang krusial itu membuat peraturan baru : Bagi siswa yang tidak lulus ujian, boleh mengulang. Eh, ini mengenakkan apa ngga sih?

Kemudian, masa-masa ujian nasional untuk tingkat SMA dan sederajat, kami hampir dibuat pingsan. Pemerintah waktu itu menunda pelaksanaan ujian nasional. Sebab keterlambatan pendistribusian dokumen ujian nasional di beberapa provinsi termasuk Nusa Tenggara Barat. Waktu itu tahun 2013. Iya, banyak di antara teman-teman saya yang hampir pingsan. Ada juga yang pura-pura pingsan. Dan ini sempat menjadi viral di seluruh Indonesia. Bahkan, di tahun 2013 itu, pemerintah menggunakan kebijakan 20 paket soal untuk pertama kali. Dan oleh sebab ini pula, saya jadi mengenal Muhammad Nuh. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Andai saja UN 2013 tidak amburadul kayak dulu, mungkin sampai saya menulis catatan ini, saya tidak akan pernah mengenal nama mantan Menteri Pendidikan itu. Ah, mantan.


Mantan dengan ekspresi lihat mantan
www.google.com

Adalah sebuah kekesalan, ketika ujian nasional yang tiga – empat hari itu menjadi barometer kita untuk lulus atau tidak. Ijazah satu lembar itu hanya ditentukan dengan membuat lingkaran imut yang tak boleh kelewat garis. Absurd dan sampai sekarang masih menuai banyak pro dan kontra tentang penyelenggaraan UN ini.

Juga dengan di beberapa tempat di Indonesia yang masih banyak infrastrukturnya yang belum merata. Bisa ngga kita membandingkan sekolah kota yang mulai dari infrastruktur sampai dengan guru-gurunya komplit, serta Buk Kantin yang sudah memiliki jam terbang tinggi? dengan sekolah di kampung yang satu guru kadang pegang tiga mata pelajaran, udah gitu, sampai merangkap menjadi buk kantin sekaligus.
Oke, berikut beberapa tips agar lulus ujian nasional. Versi saya sendiri yang sudah lama duduk di bangku pesantren :

Isi Kolom Nama Jangan Melewati Batas

Ini sangat penting. Buat yang namanya pendek tentu sangat mudah. Contoh, Febri Wulandari yang hanya 14 karakter. Sebab saya cukup khawatir dengan nama saya sendiri waktu itu. Rasa was-was sehingga beberapa kali saya menanyakan perihal ini kepada pengawas.

“Lalu Muhammad Getar Persada Nusantara Roby Ulhaq”

Nama lengkap saya memiliki 42 karakter. Dan itu membuat saya cukup dibuat rumit ketika mengisi nama. Jadi, usahakan ketika kamu baru lahir, bilang sama bapak atau ibu buat diberi nama ngga usah panjang-panjang, ngga pakai terlalu pendek juga. Dan jangan lupa, isi kolomnya. Karena percuma punya nama tapi lupa isi kolom.

Rajin Belajar

Iya, sebuah hasil pasti berasal dari sebuah proses yang sangat panjang. Lihat saja Pak Joko Widodo. Presiden kita saat ini. Beliau, sebelum jadi presiden adalah seorang pedagang kayu. Bahkan, beberapa kali kena tipu oleh para pembelinya. Dan lihatlah beliau sekarang.

Jangan lupa belajar. Percuma ngisi nama lengkap, pakai pensil 2B sebagus apapun itu. Tapi pas ngisi kolom jawaban malah pingsan.

Belajar ya! Belajar itu proses. Nilai itu hasil. Kalaupun jelek, jangan sampai protes.

Keluar

Setelah mengisi nama, serta mengisi data-data yang lain, mengisi kolom jawaban, ada juga poin yang sangat sentral. KELUAR!

Jangan sampai diam di dalam kelas. Kalau sudah waktunya keluar dari kelas, ya keluar. Setelah keluar, jangan lupa mandi. Ya, siapa tahu keringetan habis ujian. Ngga usah mikir-mikir yang macam-macam deh. Emang, cuma itu aja yang keluar, lalu wajib buat mandi? Ngga kan?  

Berdoa

Di pondok dulu, setiap musim ujian nasional. Kami, yang akan ujian nasional harus pergi ke pondok pesantren di Lombok Timur sana. Yak, untuk pengijazahan doa ujian. Pakai truck sapi yang baunya masih belum hilang.

Intinya, nanti di sana, Tuan Guru Bajang yang sekarang sudah menjadi Gubernur NTB itu mengijazahkan doa ujian. Isi dari doa itu ya niat sholat hajat yang dikerjakan secara rutin di sela waktu Maghrib dan Isya’, ada juga amalan-amalan lainnya.


Ikhtiar

Ini tahap terakhir dari belajar plus berdoa. Setelah itu, berikhtiarlah. Ingat, ikhtiar dilakukan setelah kita belajar dengan sunguh-sungguh dan juga berdoa’ dengan khusuk. Jangan sampai dibalik. Atau jangan mengambil hanya satu bagian. Contoh, doa mulu tapi ngga pernah belajar, belajar mulu ngga pernah doa. Bedakan ya!

Setelah itu, berserahdirilah. Tunggu hasilnya.

Oke, dari beberapa poin di atas, mungkin ada yang bisa menambahkan? Kalau ada, tambahi gih. Kalau ngga, ya mau bagaimana lagi. 

 Selamat Ujian Nasional 2016! 











Baca selengkapnya

Sabtu, 13 Februari 2016

Hari yang Ditunggu Anak Pesantren

Menjadi anak pesantren adalah sebuah pilihan. Banyak yang bilang begitu, dan banyak juga yang tidak. Pada dasarnya, saya tidak memilih. Lambat laun, saya menyadari satu hal : “Orangtua saya tepat memilihkan sekolah yang baik untuk saya.”

Di pesantren, saya merasakan pahit manisnya pertemanan. Kebersamaan dan kehilangan teman. Mandi bersama, tidur bersama (Eh, berjamaah maksudnya), sampai dihukum bersama. Suka dukanya terasa. Sampai detik ini pun saya masih sering berandai-andai, “Ingin rasanya kembali menjadi santri seperti dulu.” Semua makanan habis seketika. Bukan! Bukan karena dimakan sendiri. Tapi, saat itu juga habis dibagi. Kalau tidak, pasti ada oknum-oknum jahil yang siap mencungkil lemarimu! Makanya, jangan pelit!

Saya pernah kehilangan handphone waktu asyik main facebook sambil tiduran di depan lemari. Saling komen dengan teman. Eh, ada orang yang sok kenal ikut nimbrung. Akhirnya saya colek sepuluh kali. Sapa suruh cantik, ikut komen lagi. Dan ternyata beliau ustadz saya sendiri yang sedang menyamar. Handphone pun lenyap hari itu juga. Sampai sekarang, ntah bagaimana nasibnya.

Sendal? Ah, lebih dari sepuluh kali kehilangan benda yang satu itu. Sempak pun pernah. Tapi kayaknya, kalau sempak hilang sendiri deh. Ngga mungkin dicuri. Pasta gigi yang baru dibuka kemarin sore, keesokan harinya sudah wafat. Tinggal kain kafannya doang.

Agaknya kepanjangan. Oke, balik ke judul. Berikut hari-hari apa saja yang ditunggu para santri. Cek it out!

Hari Jumat


Reka adegan oleh saya sendiri

Walau sering disebut hari pendek, hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu para santri. Cuma di hari ini, santri bisa libur. Melepas semua aktivitas yang melelahkan. Ke pasar sekadar membeli pakaian, mencuci riang di belakang asrama, menonton televisi yang tentunya berjamaah juga, serta bermain bola di lapangan madrasah.

Hari Maulid

Perayaan terbesar ya di sini. Selain memperingati hari Maulid dengan dzikiran atau semacamnya. Undangan untuk memenuhi perayaan maulid dari masyarakat setempat juga silih berganti. Makan, makan, makan. Paginya menghadiri undangan maulid di rumah A, sorenya di rumah B, malamnya di rumah C. Keesokan harinya harus buang air berjamaah karena kekenyangan. Tumben-tumen bisa makan lezat dan bergizi.

Class Meeting

Jangan salah, setelah UAS berakhir, dan sembari menunggu pengumuman kenaikan kelas atau pembagian raport, di ponpes saya juga sering ngadain class meeting. Jadi, class meeting itu perlombaan kecil-kecilan. Sepak bola mini, masukin mantan paku dalam botol, lomba busana, sampai dengan lomba lainnya. Penonton paling ramai pas lomba sepak bola mini. Walau kaki babak belur akibat main di atas halaman beraspal.


Lagi-lagi modelnya saya


Sepak Bola Mini. Tepatnya Liar ( Doc Pribadi )

Hari Libur

Maksudnya di sini adalah hari libur dan pulang beberapa hari ke rumah. Walau cuma tiga atau paling banyak dua minggu. Semua senang. Gosip pun sering betebaran.

“Eh, katanya pulang besok hari Kamis ya?”

“Loh, kamu tahu dari mana?”

“Dari Pembina.”

“Wah, kok Aku ngga dikasih tahu, sih.”

“Yaiyalah. Kan Bapak penjaga Madrasah.”

Pas di rumah, rindu pondok. Di pondok, rindu rumah. Ah, manusiah. H-nya sengaja ditambah.

Hari Pembalasan


Makan Pakai Ember ( Doc Pribadi )

Ini bukan hari pembalasan di akhirat loh ya! Maksudnya hari di mana jerih payahmu selama di pesantren dibalas dengan sepucuk surat kelulusan. Di samping bahagia karena sudah lulus dari pesantren, ada juga perasaan sedih ketika mengingat-mengingat masa yang sudah dilalui. Perasaan senang dan bahagia bercampur jadi satu. Dari bocah yang cengeng karena pisah dengan orangtua, sampai dengan bocah yang siap tahan banting. Dari mie sedap satu bungkus dengan takaran satu mangkuk air, menjadi satu mie sedap dengan lima kali lipat air mendidih. Hanya demi kuah semata. Demi teman. Dan demi kebersaman yang tak pernah akan terlupakan.


I Love You All!

Kamu sedih ngga? Saya sedih nih.






Baca selengkapnya

Enam Valentine di Pesantren

Sebenarnya saya sedikit pusing dengan pemberitaan media akhir-akhir ini. Berawal dari Bom Sarinah yang diklaim ISIS salah terror, Jessica yang salah kaprah membedakan mana susu mana sianida, kasus LGBT yang menuai pro dan kontra. Eh, ada satu lagi “Valentine Day.”

Hm.., oke, saya mau curhat dikit. Saya mondok enam tahun di pesantren. Sejak masuk tahun 2007 – 2013. Sudah enam kali valentine yang saya lewati. Alhamdulillah, saya tidak pernah ngelakuin hal-hal yang katanya ‘merugikan’ bagi anak muda zaman sekarang. Ada yang bilang sex bebas lah, terjun bebas, atau bebas-bebas yang lain.

Bukan sombong loh ya. Ya emang gitu. Tapi, kalau kalian merasa saya sedikit menyombongkan diri, ya sudahlah ya. Cowok emang selalu salah.

Valentine day, sering disebut hari kasih sayang. Selain hari itu, tidak kasih sayang. Eh, gitu ngga sih?

Tadi, saya mencari tanggal-tanggal 14 Februari dalam kurun enam tahun saya mondok. Dan hasilnya seperti ini :

14 Februari 2008 : Ini tahun pertama saya di pesantren. Saya masih MTs. Masih lugu dan sering menangis di pojokan kamar asrama. Nunggu kedatangan orangtua yang tak kunjung datang. Kebetulan, tanggal 14 Februari di tahun ini bertepatan dengan hari Jumat. Jadi, valentine tahun ini saya habiskan dengan menangis di pojokan kamar. Mana kasih sayangnya?

14 Februari 2009 : Ini pun saya masih Mts. Jerawat saya muncul di usia yang masih belia ini. Pun dengan kudis-kudis yang mengganggu. 14 Februari kali ini jatuh pada hari Minggu. Dan di hari Minggu kami tidak libur. Malamnya, kami dzikir 1000 kali. Yak, saya ngga bohong. Minggu malam memang ada kegiatan dzikir seribu kali. Valentine tahun ini saya dzikiran. 


Reka Adegan yang Salah ( doc pribadi )

14 Februari 2010 : Saya sudah kelas 3 MTs. Persiapan untuk UN MTs. Dan valentine jatuh pada hari Senin. Yak! Senin, satu hari setelah dzikiran masal.

14 Februari 2011 : Saya memutuskan diri untuk melanjutkan mondok di pondok pesantren saya pas MTs. Tahun ini saya sudah kelas 1 MA. SMAN tapi versi syariahnya. Eh, lagi-lagi valentine tahun ini bertepatan dengan hari Senin. Dan hari Senin saya upacara bendera. Valentine tahun ini saya mengheningkan cipta sambil mendoakan pahlawan yang gugur di medan pertempuran.


Sebelum Mendoakan Pahlawan ( doc pribadi )

14 Februari 2012 : Udah kelas 2 MA. Dan saya sedang jatuh cinta sama teman sekelas saya. Cewek kok! Sumpah! 14 Februari 2012 jatuh pada hari Minggu. Yak, hari Minggu kelas 2 MA saya ada jadwal olah raga. Dan waktu main bola di lapangan, saya dikejar Ustadz. Pun dengan teman-teman saya yang lain. Gara-gara saya pakai celana pendek. Ustadz tahu cara menyayanyi kita. Beliau takut kami mengumbar aurat.

14 Februari 2013 : Tinggal beberapa bulan di tahun ini saya akan lulus. Dan valentine tahun 2013 jatuh pada hari Jumat. Tapi bukan kedatangan orantua yang saya tunggu. Karena orangtua sudah jarang menjenguk. Yaiyalah! Kan udah gede semua. Hari Jumat kali ini saya sedih. Sebab harus mencuci pakaian yang bertumpuk. Udah gitu, ngga sempat nonton televisi gara-gara Pak Usadz sedang ngga ada di rumahnya. Apes lah! Eh, satu lagi. Bekal saya habis!

Jadi, valentine day menurutmu apa?
Hari kasih sayang? Saya sih ngga. Menurut saya, valentine itu hari yang jatuh pada tanggal 14 Februari. Dan itu hari ulang tahunnya Hadi Kurniawan. Gitu aja sih. Eh, sama aja ya? Maaf.  



Baca selengkapnya

Senin, 08 Februari 2016

Bagaimana Saya Mendapatkan Buku Haris Firmansyah

Sudah lama berteman di facebook, tapi saya belum pernah sama sekali menegurnya secara langsung. Baik lewat komentar di status atau lewat pesan inbox. Saya sering ngakak dibuat gara-gara statusnya, juga tulisan-tulisannya yang dipajang di blog pribadinya. Haris Firmansyah, demikian nama penulis yang sejauh ini sudah menerbitkan lebih dari lima buah judul buku.

Saya pun sering bertanya-tanya, kenapa nama akun facebooknya waktu itu Hirawling. Saya tahu arti Hirawling setelah beberapa hari berkenalan dengannya di grup WA. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan, melainkan bagaimana cara saya menjadi pengoleksi buku-bukunya.

Sekitar pertengahan tahun lalu, Haris posting foto yang ‘kalau tidak salah’, dan ‘khilaf’ saya, dia bilang :
PO novel komedi terbaru saya, Wrecking Eleven. Bagi yang juga membeli buku saya sebelumnya, 3 Koplak Mengejar Cinta, maka akan saya tambahkan satu buku lagi sebagai bonus. Khsusus untuk 7 pembeli pertama.

Tentu saya tertarik, selain suka baca buku komedi, saya juga penggemar sepak bola. Itu salah satu hal yag membuat saya tertarik dengan novel komedi yang satu ini.

Saya konsultasi dengan Ibu. Nanya ada uang di rekening atau tidak. Alhamdulillah, ada. Akhirnya saya menguhubungi Haris via inbox facebook. Nanya harga kedua buku tersebut. Begitupun dengan bonus yang dijanjikan. Tanpa ragu, saya jawab, mau bonus apa? “Ya, bonus bukumu yang sebelumnya.” Jawab saya tanpa ragu.

Keesokan harinya, setelah diberi tahu jumlah yang harus saya transfer begitu juga dengan rekeningnya, saya ke ATM yang ada di Pertamina dekat Bandara.


Pertamina Depan BIL

Lima menit perjalanan, saya tiba. Kebetulan ATM sedang sepi, saya masuk dan membuka handphone. Mencari nomor rekeningnya.

Anjrit! Saya lupa di mana memasukkan kartu ATM. Sumpah! saya sampai kebingungan sendiri di dalam. Sementara itu, ada bocah seumuran saya yang sedang menunggu di luar. Saya cari lagi, ngga ketemu. Ini lubangnya di mana, sih. Lalu, saya minta tolong ke bocah tadi.

“Mas, ini lubangnya di mana? Bisa minta tolong?’
Ia tersenyum lalu memasukkan kartu ATM. Semua berjalan lancar. Saya memasukkan kode PIN tanpa menaruh rasa curiga. Laki-laki tadi masih berdiri di samping saya. Seolah-olah menjadi penyemangat saya. Saya rasa, wajar saja saya lupa. Soalnya, ini kali kedua saya masuk ruang ATM. Terakhir, beberapa bulan yang lalu.

Ketika hendak transfer, transakasi gagal sampai tiga kali. Saya kesal. Dan juga malu sama orang yang tak saya kenal berdiri di samping saya.

“Mungkin salah nomor rekening tujuan...”  Ucapnya.
“Ngga kok!” Sahut saya. Saya beranggapan, kalau mesin ATM sedang rusak. Saya pun  berpamitan dan meninggalkannya.

Setelah itu, saya kembali mencari ATM ke arah barat jalan. Siapa tahu ketemu, tapi tidak ada. Mau masuk bandara, ah, mungkin ATM-nya rusak juga. Saya pun memutuskan untuk pulang saja.

Sampai rumah, saya tak tahan. Saya bergegas kembali ke kantor BR* yang ada di kecamatan sana. Sepuluh menit saya sampai. Saya tidak masuk langsung. Saya membuka browser di gadget. Mencari pertanyaan di google dan pada yahoo answer yang mungkin bisa menunjukkan jalan keluar. Semuanya tepat. Tidak ada satu kesalahan pun. Kode kirim juga tepat. Saya masuk ke ATM.

Di ATM kali ini, ngantrinya cukup panjang. Saya masuk sekitar lima menit setelah menunggu. Di belakang saya juga banyak orang. Di dalam ATM, tak lupa saya berdoa. Lagi-lagi, gagal. Saya hampir pasrah. Sebenarnya siapa yang salah? Saya atau BR*?

Saya belum meninggalkan tempat. Masih berkutat dengan mesin ATM. Ingin sekali rasanya, kalau dia paham dengan apa yang saya katakan, pengen tak umpatin! Maumu apa sih, ATM!

Saya gagal. Kali ini saya berfikir, mungkin saldo di kartu ini tidak cukup. Oleh sebab itu tidak bisa transfer? Saya coba tarik lima puluh ribu. Dan berhasil. Jadi, siapa yang salah kali ni? Saya keluar dari mesin ATM dengan muka masam. Di luar sudah banyak orang. Saya malu karena terlalu lama. Bocah kecil yang sedang duduk dengan ibunya bilang, “Lima puluh ribu.” Saya cuma diam dan pulang dengan cepat.

Saya menghubungi Haris. “Ris, bagaimana nih.” Saya sempat mikir, ini yang rusak kayaknya saya. Iya, Saya. Haris menyarankan saya untuk langsung datang ke kantor BC* saja. Dan itu hanya ada di Kota Praya, kabupaten Lombok Tengah. Saya menyanggupinya, dan rencananya akan pergi keesokan harinya karena hari itu tidak memungkinkan.

Mandi, parfuman, cek STNK, KTP, dan SIM, saya berangkat dengan riang.

Setengah jam lebih, saya sampai kantor BC*. Dan dipersilakan masuk oleh Mas Satpam yang baik hati. Saya naik ke lantai dua. Di sana, sudah banyak yang transfer uang. Lagi-lagi saya harus antri. Seorang Ibu-ibu tua menyapa saya, saya jawab dengan tenang dan ngobrol kecil. Saya mengisi slip yang harus diisi. Saya kikuk. Ini pengalaman saya transfer uang dan masuk kantornya langsung. Saya sampai nanya-nanya sama orang yang kebetulan lewat di depan saya.

Akhirnya saya mendapat giliran. Saya maju perlahan. Dan memberikan slip beserta uang tunai yang akan ditransfer.
“Cuma segini?”

Jujur, saya tersinggung waktu itu. Ya, transfer memang dikit, setidaknya Mas itu tidak bilang gitu. Semoga sehat selalu, Mas! Tiba-tiba....

“Mas, maaf, nomor rekeningnya salah.”

“Coba cek ulang.”

Masnya kembali mengecek. Dan tetap salah.

BAH! Uang saya dikembalikan. Saya hanya bisa menatap slip pembayaran tersebut. Lalu membuangnya. Saya mengirimi Haris pesan. Nomor rekening yang dikirimnya salah atatu tidak.
Saya pulang.

Tiba di rumah, Haris membalas pesan saya. Saya tanya-tanya kembali, lagi-lagi dijawab benar. Eh, tiba-tiba Haris bilang nomor rekening yang ia kasih salah. Saya hampir pingsan. Sore harinya, saya ke ATM di kecamatan. Dan proses transfer lancar jaya.

Paket tiba sekitar 3 – 4 hari, saya lupa. Saya ke kantor POS karena petugas Kantor POS sini ngga pernah ngasih barang sampai alamat. Cuma telepon, lalu kita sendiri yang ngambil barang. Buku sampai, saya baca, saya terpingkal, semua kekesalan saya terlunasi. Apalagi, buku yang dijadikan bonus itu ceritanya hampir mirip dengan cerita yang pernah saya alami. Yak, buku pertamanya yang diterbitin di mayor.


Buku Haris sudah saya baca. Ketiganya sudah habis. Tapi saya selalu mengirimi Haris inbox buat tanya-tanya seputar harga bukunya yang lain. Ada dua buku fiksinya yang lain. Yang belum saya miliki. Tentu, masih dengan genre komedi. Cireng Forever dan Nyengir Ketupat. Saya tanya harganya, tapi saya tidak beli. Belum ada uang.

Dan waktu itu saya lupa. Seingat saya, waktu itu saya baru pulang dari Mataram. Ketika saya tanya Ibu, ada uang di rekening atau tidak? Beliu jawab ada. Saya kembali mengontak Haris untuk menanyakan bukunya yang sempat saya tanyakan dulu. Nanya dua kali. HEHE

Saya ke ATM, dan transfer duit. GAGAL! Ini siapa yang salah? Kok saya sial mulu sih. Alih-alih menyalahkan mesin ATM lagi, ternyata saldo ngga cukup. Ah, ya sudahlah, akhirnya saya pesan buku Cireng Forever doang.

Sampai sini, ada pertanyaan? Kalau tidak ada, saya mau lanjutkan.
Cireng Forever belum sampai. Sampai lima hari belum sampai-sampai juga. Biasaya Pak Pos telepon. Tapi kali ini tidak. Saya tanya Haris, dia jawab konfirmasi pengiriman paket sudah sampai. Saya pun ke Kantor POS dan nanya ada paket atas nama saya atau tidak. Alhamdulillah, ada.  Saya tanya, kok tidak ada telepon? Beliau jawab, pernah telepon saya. Ah, tapi kok saya tidak tahu? Bilang saja ngga pernah. Ngga penting sih. Oke, lanjut.

Cireng Forever di tangan dan saya terpingkal-pingkal lagi.
Cukup lama, setelah itu, saya dikenalkan oleh Haris ke teman-temannya. Di sebuah grup WA. Kebetulan, waktu itu saya sudah uninstall WA, tapi saya install lagi. Namanya grupnya Hirawing Kingdom. Saya berkenalan, mencoba menjadi bocah yang baik, dan sebagian orang di grup itu keluar setelah masuknya saya. *ini becanda tapi beneran*

Nasib mujur. Saya diperkenalkan dengan oang-orang baik di sana. Di grup itu pula, Haris sempat buat battle Duel Otak yang hadiahnya itu salah satu bukunya. Saya bersemangat buat ikut. Sayang, saya kalah. PFTTT sekali.

Kemudian, saya kenal dekat satu persatu dengan mereka. Salah satu yang kenal dari mereka, nama akunnya Arista Devi. Awalnya saya panggil dia Mbak untuk menghormati. Tapi, ia bilang panggil Bibi saja. Yowes, saya panggi Bibi.

Lalu, saya curhat ini itu dengan Bibi ArDev, banyak sekali. Begitu juga dengan kesukaan saya degan buku-buku Haris. Bibi yang baik hati itu pun dengan senang hati membelikan saya. Awalnya saya menolak. Iya, paham lah ya. Ini sebenarnya cuma modus. Aslinya sih pengen banget mah dibeliin. HAHAHA...
Lengkap sudah buku Haris yang saya punya. Setidaknya untuk waktu itu.

Bibi, kalau Bibi baca ini. Terima kasih banyak. Awalnya saya lebih nyaman panggil Mbak. Untuk menghormati, atau dengan panggilan Kakak. Sudah lama saya ingin punya kakak perempuan yang bisa menasehati saya, atau apalah. Tapi ngga mungkin juga, kan? Kalau adik, mungkin bisa. Tapi ibu saya sudah trauma, pernah niat punya anak perempuan. Eh, yang nongol laki semua. Empat lagi. Empat! Sekali lagi, empat! Dan sekarang saya sudah biasa manggil Bibi. Semoga sehat selalu di perantauan!
Lanjut...

Sekarang, buku-buku Haris laris manis di rak lemari saya. Tentu, laris buat dipinjam. Ada tiga buku di sepupu untuk saat ini, ada dua baru kembali ke pangkuan saya setelah dipinjam adik. Satu lagi entah bagaimana nasibnya, mungkin dipinjam atau apa, saya lupa. Ah, saya memang pelupa.

Ngomong-ngomong, Haris sudah punya buku baru lagi ya? Ah, semoga saya cepat punya biar bisa mengumpulkan semuanya. Memotretnya, lalu membuatkannya foto album keluarga.  Semoga! Setelah itu, saya akan bilang kepada mereka : “Dik! Maaf! Bapakmu tidak sempat ikut foto. Bapakmu ada di Cilegon sana. Ibumu? Ah, saya lupa. Terlalu banyak.” WKS!

Sekali lagi, thanks Haris. Katanya, Haris ini ngefans berat sama Raditya Dika, ya? Tapi, saran saya, jangan mau jadi the next Raditya Dika lah ya. Biar orang yang bilang kalau dia pengen jadi the next Haris saja. Oke, wasallam!


Menunggu Saudara Pulang






Baca selengkapnya